








Elang Laut Punggung Hitam (Thalassarche melanophrys)
Malang benar nasib elang laut punggung hitam. Populasinya terus menyusut karena terjaring secara tak sengaja oleh mata pancing nelayan. Ia pun sering ditemukan mati akibat pemakaian pukat penangkap ikan. Pada tahun 2002 populasinya tinggal 3 juta ekor. Sejak itu, ia mulai masuk dalam kategori hewan yang dilindungi.Elang laut punggung hitam mengandalkan binatang air berkulit keras seperti kepiting dan udang sebagai pengisi perut. Ia juga menyukai ikan dan cumi-cumi. Kalau sedang sulit mencari mangsa, bangkai dan sampah pun disantapnya.
Jalak Bali (Lencopsar rothcshildi)
Jalak Bali termasuk burung yang paling diminati di pasar gelap. Ketiadaannya di alam bebas membuat harga burung yang dikenal dengan nama Bali Starling ini melonjak tinggi. Kabarnya, seekor Jalak Bali dihargai tidak kurang dari Rp. 15 juta. Kendati sudah ada hukum yang menjerat pelaku perburuan Jalak Bali, burung ini tetap saja berada dalam kondisi yang terancam.
Di tahun 2001, menurut laporan access Bali online, hanya ada tujuh ekor burung Jalak Bali yang hidup bebas di Taman Nasional Bali Barat. Sementara itu, 230 ekor lainnya hidup di dalam kandang pembiakan di Amerika Utara. Inggris malah berhasil memelihara 520 ekor Jalak Bali. Tentunya masih banyak tumbuhan dan hewan langka Indonesia yang perlu dilindungi. Jadi, mari kita lestarikan mereka!
sumber: http://www.blogotainmen.com/3-tumbuhan-dan-hewan-langka-dari-indonesia/Babirusa (Babyrousa babirussa) hanya terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan Maluku. Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas yang sering menyerang.
Panjang tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi babirusa berkisar pada 65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa mencapai 90 kilogram. Meskipun bersifat penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.
Binatang yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya panjang mencuat ke atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan. Babirusa betina melahirkan satu sampai dua ekor satu kali melahirkan. Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga 150 hari. Bayi babirusa itu akan disusui selama satu bulan, setelah itu akan mencari makanan sendiri di hutan bebas. Selama setahun babirusa betina hanya melahirkan satu kali. Usia dewasa seekor babirusa lima hingga 10 bulan, dan dapat bertahan hingga usia 24 tahun.
Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.
Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh IUCN dan CITES. Namun masih sering dijumpai perdagangan daging babirusa di daerah Sulawesi Utara. Karena itu, pusat penelitian dan pengembangan biologi LIPI bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat beserta Departemen Kehutanan dan Universitas Sam Ratulangi mengadakan program perlindungan terhadap hewan langka ini. Perlindungan tersebut meliputi pengawasan habitat babirusa dan membuat taman perlindungan babirusa di atas tanah seluas 800 hektar.
Keterangan tambahan:Babirusa tergolong kingdom Animalia, yang artinya Babirusa bersifat :
- Multiselluler
- Eukariotik
- Heterotroph
- Dapat berpindah tempat
Sebagai bagian kingdom Animalia, babirusa tergolong hewan chordata, atau hewan bersumbu tubuh, tergolong dalam subfillum vertebrata - hewan bertulang belakang – di mana kembali babirusa ini diklasifikasikan sebagai mammalia.
Kesimpulan:Babirusa merupakan hewan langka yang dilindungi. Termasuk kingdom Animalia, genus Babyrousa, dan spesies babirussa.
Orangutan Kalimantan, Pongo pygmaeus, adalah spesies orangutan asli pulau Kalimantan. Bersama dengan orangutan Sumatra yang lebih kecil, orangutan Kalimantan masuk kedalam genus pongo yang dapat ditemui di Asia. Orangutan Kalimantan memiliki lama waktu hidup selama 35 sampai 40 tahun di alam liar, sedangkan di penangkaran dapat mencapai usia 60 tahun.
Perilaku
Dibandingkan Orangutan Kalimantan, orangutan Sumatra lebih menyukai pakan buah-buahan dan terutama juga serangga.[2] Buah yang disukai termasuk buah beringin dan nangka. Mereka juga makan telur burung dan vertebrata kecil.[3] Orangutan Sumatra lebih singkat dalam makan di batang dalam suatu pohon.
Orangutan Sumatra liar di rawa Suaq Balimbing diamati menggunakan alat.[4] Seekor orangutan mematahkan cabang pohon yang panjangnya sekitar satu kaki, menyingkirkan ranting-rantingnya dan mengasah ujungnya. Lalu ia menggunakan batang itu untuk mencungkil lubang pohon untuk mencari rayap. Mereka juga menggunakan batang itu untuk memukul-mukul dinding sarang lebah. Selain itu, orangutan juga menggunakan alat untuk makan buah. Saat buah pohon Neesia matang, buah itu keras, kulit yang bergerigi melunak hingga ia jatuh terbuka. Di dalamnya ada biji yang disukai orangutan, namun mereka diselimuti rambut yang mirip serat kaca yang sakit bila termakan. Orangutan pemakan Neesia akan memilih batang lima inci, mengulitinya dan kemudian menghilangkan bulu-bulu itu dengannya. Bila buah itu sudah bersih, kera itu akan makan bijinya menggunakan batang itu atau jemarinya. Meskipun rawa yang serupa ada di Kalimantan, orangutan Kalimantan liar belum dilihat menggunakan alat macam ini.
NHNZ memfilemkan orangutan Sumatra untuk acaranya Wild Asia: In the Realm of the Red Ape; acara itu mempertunjukkan salah satu orangutan menggunakan peralatan sederhana, ranting, untuk menjangkau makanan dari tempat yang sulit. Ada juga serangkaian gambar seekor binatang menggunakan daun besar sebagai payung saat terjadi hujan badai tropis
Orangutan Sumatra juga lebih suka diam di pohon daripada sepupunya dari Kalimantan; hal ini mungkin karena adanya pemangsa seperti harimau Sumatra. Mereka bergerak dari pohon ke pohon bergelantungan menggunakan lengannya.
Daur hidup
Orangutan Sumatra lebih sosial daripada orangutan Kalimantan. Orangutan-orangutan ini berkumpul untuk makan sejumlah besar buah di pohon beringin. Akan tetapi, orangutan jantan dewasa umumnya menghindari kontak dengan jantan dewasa lain. Pemerkosaan umum terjadi diantara orangutan. Jantan sub-dewasa akan mencoba kawin dengan betina manapun, meskipun mungkin mereka gagal menghamilinya karena betina dewasa dengan mudah menolaknya. Orangutan betina dewasa lebih memilih kawin dengan jantan dewasa
Rerata jangka waktu kelahiran orangutan Sumatra lebih lama daripada orangutan Kalimantan dan merupakan rerata jangka waktu terlama diantara kera besar. Orangutan Sumatra melahirkan saat mereka berumur sekitar 15 tahun. Bayi orangutan akan dekat dengan induknya hingga tiga tahun. Bahkan setelah itu, anaknya masih akan berhubungan dengan induknya. Kedua spesies orangutan mungkin hidup beberapa dekade; perkiraan panjang umurnya dapat melebihi 50 tahun. Rata-rata perkembangbiakan pertama P. abelii adalah sekitar 12,3 tahun tanpa ada tanda menopause.[2]
Burung Rangkong atau Enggang

Burung Rangkong dikenal juga sebagai Julang, Enggang, dan Kangkareng atau bahasa Inggris disebut Horbbill merupakan nama burung yang tergabung dalam suku Bucerotidae. Burung Rangkong atau Enggang mempunyai ciri khas pada paruhnya yang mempunyai bentuk menyerupai tanduk sapi. Nama ilmiahnya, “Bucerotidae” mempunyai arti “tanduk sapi” dalam bahasa Yunani.
Kenekaragaman Rangkong Di Indonesia
Burung Rangkong atau Enggang (Hornbill) terdiri atas 57 spesies yang tersebar di Asia dan Arika. 14 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Bahkan 3 diantaranya merupakan Rangkong endemik Indonesia.
Ketiga Rangkong atau Enggang endemik Indonesia adalah:
- Rangkong Sulawesi atau Julang Sulawesi Ekor Hitam (Rhyticeros Cassidix); Rangkong ini merupakan satwa endemik pulau Sulawesi dan sekaligus menjadi fauna identitas Sulawesi Selatan). Satwa yang nama ilmiahnya bersinonim dengan Aceros cassidix ini oleh masyarakat setempat disebut juga sebagai Rangkong Buton, Burung Taonn, Burung Alo.
![]() |
Rhyticeros Cassidix |
- Julang Sulawesi Ekor Putih atau Kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus); Julang Sulawesi Ekor Putih merupakan endemik pulau Sulawesi.
![]() |
Penelopides exarhatus |
- Julang Sumba (Rhyticeros everitti). Julang Sumba merupakan satwa endemik Sumba, Nusa Tenggara Barat. Selain disebut Julang Sumba burung ini juga disebut Goanggali, Nggokgokka, atau Rangkong Sumba.
![]() |
Rhyticeros everitti |
- Kangkareng Perut-putih atau Burung Kelingking (Anthracoceros albirostris)
- Kangkareng Hitam atau Enggang Gatal Birah atau Burung Kekek (Anthracoceros malayanus)
- Enggang Cula atau Rangkong Badak atau Burung Tahun-tahun (Buceros rhinoceros)
- Enggang Papan atau Rangkong Papan (Buceros bicornis)
- Enggang Gading atau Rangkong Gading atau Enggang Terbang Mentua (Rhinoplax vigil)
- Enggang Klihingan atau Enggang Konde atau Julang Jambul Abu-abu atau Burung Arau atau Burung Belukar (Anorrhinus galeritus)
- Enggang Jambul atau Enggang Jambul Putih (Berenicornis comatus)
- Julang Jambul Hitam atau Enggang Berkedut (Aceros corrugatus)
- Julang Emas atau Julang Mas atau Enggang Musim atau Enggang Gunung (Rhyticeros undulatus)
- Rangkong Dompet (Rhyticeros subruficollis)
- Rangkong Dompet (Rhyticeros plicatus)
![]() |
Rhinoplax vigil |
![]() |
Buceros bicornis |
Mengenal Burung Rangkong

Ciri khas burung rangkong lainnya adalah suara dari kepakan sayap dan suara “calling”, seperti yang dipunyai Rangkong Gading (Buceros vigil) dengan “calling” seperti orang tertawa terbahak-bahak dan dapat terdengar hingga radius 3 Km.
Burung Rangkong tersebar mulai dari daerah sub-sahara Afrika, India, Asia Tenggara, New Guinea dan Kepulauan Solomon Sebagian besar hidup di hutan hujan tropis. Rangkong banyak ditemukan di daerah hutan dataran rendah dan perbukitan (0 – 1000 m dpl). Makanan Rangkong terutama buah-buahan dan sesekali binatang2 kecil seperti kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis serangga.
Keanekaragaman burung Rangkong atau Enggang di Indonesia ini merupakan sebuah kebanggaan. Sayangnya makin hari populasi Rangkong di Indonesia makin menurun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kawasan (habitat) sebagai akibat deforestasi hutan, berkurangnya makanan dan tempat bersarang, dan perburuan Rangkong.
Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Bucerotiformes; Famili: Bucerotidae
Referensi: www.iwf.or.id; rangkongs.co.cc; wikipedia; zipcodezoo.com;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar